Bayangin ada tradisi perang, tapi yang dilempar bukan batu atau senjata, melainkan ketupat. Lucu? Iya. Tapi juga sakral. Inilah Tradisi Perang Topat di Lombok, upacara budaya yang menyatukan dua umat berbeda: Hindu dan Muslim, dalam satu arena, satu semangat, dan satu ketupat.
Tradisi ini bukan cuma atraksi seru-seruan. Di balik lempar-lemparan ketupat itu, ada nilai luhur soal toleransi, gotong royong, dan doa bersama untuk kesuburan tanah dan kesejahteraan rakyat. Di tengah dunia yang makin terpecah, perang topat hadir sebagai bukti bahwa perbedaan bisa disatukan dengan ketulusan dan… ketupat.
Sejarah dan Asal-usul Perang Topat
Tradisi Perang Topat berasal dari suku Sasak (Muslim) dan komunitas Hindu Bali yang tinggal berdampingan di kawasan Narmada, Lombok Barat. Perang ini diadakan setiap tahun setelah prosesi Pujawali di Pura Lingsar—salah satu pura tertua dan paling sakral di Lombok.
Yang menarik, pura ini punya dua bagian: satu untuk Hindu, satu lagi untuk umat Muslim Wetu Telu (kepercayaan lokal yang menggabungkan Islam dan tradisi leluhur). Dalam upacara ini, dua komunitas beda iman saling mendoakan, lalu menggelar “perang damai” dengan ketupat sebagai simbol.
Makna ketupat dalam Perang Topat:
- Simbol doa dan harapan
- Lambang kesuburan dan berkah
- Representasi keharmonisan umat beragama
Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
Perang Topat di Lombok biasanya digelar di kompleks Pura Lingsar, Desa Lingsar, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.
Waktu pelaksanaan:
- Dilaksanakan setiap tahun pada bulan purnama ke-6 (Sasih Kenem) menurut kalender Bali, biasanya antara November – Desember
- Perayaan dimulai sejak pagi hari dengan ritual keagamaan dan ditutup sore harinya dengan perang topat
Rangkaian Ritual dan Acara dalam Perang Topat
1. Prosesi Pujawali (Umat Hindu)
Diawali dengan persembahyangan di pura utama oleh umat Hindu. Mereka membawa sesajen, bunga, dupa, dan air suci.
2. Ziarah dan Tumpah Ruah Umat Wetu Telu (Muslim Lokal)
Umat Muslim Wetu Telu juga hadir untuk berdoa dan memberi penghormatan. Ritual mereka penuh doa, air, dan simbol alam.
3. Pembagian dan Persiapan Topat
Topat dibuat dari ketan yang dibungkus janur, bukan buat dimakan, tapi khusus untuk “diperangi.” Warga menyiapkan ribuan topat untuk dilemparkan.
4. Perang Topat Dimulai
Setelah semua prosesi selesai, sinyal ditiup, dan… BOOM! Perang dimulai. Warga saling melempar ketupat dengan penuh tawa dan semangat. Tapi jangan salah, semua dilakukan penuh hormat dan tanpa rasa benci.
5. Doa Penutup dan Ambil Topat
Setelah perang selesai, sisa topat dikumpulkan dan ditanam di sawah sebagai simbol kesuburan. Warga percaya, topat yang dilempar adalah doa yang dikembalikan ke tanah agar tumbuh berkah.
Tradisi Unik Ini Jadi Daya Tarik Wisata Budaya
Buat wisatawan lokal maupun mancanegara, Tradisi Perang Topat di Lombok jadi momen langka yang gak bisa dilewatin. Banyak yang sengaja datang ke Lombok cuma buat lihat langsung ritual ini. Energinya, warna-warni adatnya, dan maknanya bener-bener bikin kagum.
Yang bikin menarik:
- Semua warga dan wisatawan boleh ikut perang
- Baju adat, musik gamelan, dan tarian tradisional bikin suasana hidup
- Perang damai ini jadi panggung budaya yang inklusif dan fun
Nilai Toleransi dan Kearifan Lokal yang Menyentuh
Yang paling kuat dari perang topat bukan lemparannya, tapi pesan moralnya. Bayangin, dua komunitas beda agama, yang di tempat lain bisa bentrok, justru di sini saling berdoa, main bareng, dan berbagi energi positif. Ini bukan sekadar “wisata budaya,” tapi pelajaran hidup.
Nilai luhur dari Perang Topat:
- Harmoni antarumat beragama
- Gotong royong & rasa syukur
- Menghargai tradisi leluhur tanpa kehilangan iman
- Simbol bahwa damai itu bisa dibuat… bahkan lewat ketupat!
Tips Buat Kamu yang Mau Ikutan Perang Topat
- Datang lebih awal buat lihat prosesi keagamaan
- Pakai baju yang nyaman dan bisa kotor (karena topat dilempar!)
- Jangan bawa barang berharga ke tengah arena
- Hormati prosesi keagamaan, jangan ganggu atau selfie saat doa
- Kalau mau ikut melempar, ambil topat dari area yang disediakan
- Setelah perang selesai, bantu beresin dan ikut doa bareng warga
FAQs seputar Tradisi Perang Topat di Lombok
1. Apa tujuan utama dari Perang Topat?
Untuk menunjukkan kebersamaan umat Hindu dan Muslim dalam doa, syukur, dan harapan akan kesuburan.
2. Apakah semua orang boleh ikut?
Boleh! Bahkan wisatawan sangat dipersilakan untuk ikut melempar ketupat.
3. Apakah ada risiko cedera dalam perang ini?
Enggak, karena topatnya kecil dan lembut. Lagian, semua dilakukan dalam suasana fun.
4. Apakah ini ritual sakral atau cuma festival?
Dua-duanya. Ini ritual keagamaan, tapi juga perayaan budaya bersama yang terbuka untuk umum.
5. Apa yang terjadi setelah perang selesai?
Sisa ketupat ditanam di sawah sebagai simbol doa untuk kesuburan dan panen.
6. Apa ini cuma ada di Lombok?
Ya. Perang Topat adalah tradisi khas Lombok yang unik dan belum ditemukan di daerah lain.
Penutup: Perang yang Menyatukan, Bukan Memisahkan
Tradisi Perang Topat di Lombok membuktikan bahwa warisan budaya bisa jadi solusi buat konflik—bukan penyebabnya. Bahwa perang gak harus soal kekerasan. Bisa juga soal tawa, doa, dan ketupat.
Kalau kamu pengen ngerasain sendiri momen damai yang luar biasa, datanglah ke Lombok pas tradisi ini digelar. Rasakan energinya, pelajari maknanya, dan bagikan ceritanya. Karena di dunia yang makin terpecah, kita butuh lebih banyak topat… bukan debat.